BAB
I
PENDAHULUAN
1. LATAR BELAKANG
Berbicara mengenai Pengertian dan bentuk-bentuk hadist kita harus mengetahui istilah ilmu hadist terlebih dahulu di dalam
tradisi ulama hadits. (Arabnya: ‘ulumul al-hadist). ‘ulum al-hadist terdiri
dari atas 2 kata, yaitu ‘ulum dan Al-hadist. Kata ‘ulum dalam bahasa arab
adalah bentuk jamak dari ‘ilm, jadi berarti “ilmu-ilmu”; sedangkan al-hadist di
kalangan Ulama Hadist berarti “segala sesuatu yang disandarkan kepada nabi SAW
dari perbuatan, perkataan, taqir, atau sifat.” (Mahmud al-thahhan, Tatsir
Mushthalah al-hadist (Beirut: Dar Al-qur’an al-karim, 1979), h.14) dengan
demikian, gabungan kata ‘ulumul-hadist mengandung pengertian “ilmu-ilmu yang
membahas atau berkaitan Hadist nabi SAW”.
Sebagai Umat Islam, Kita seharusnya mengetahui dan memahami tentang hadist
karena hadist merupakan pedoman hidup yang utama setelah Al-Qur’an, dan kita
yang terjun di bidang Perbankan Syari’ah harus memahami hadist terutama hadist-hadist
yang berhubungan dengan muamalah atau bidang ekonomi. Oleh karena itu, Pada
makalah ini akan dijelaskan secara lebih mendalam mengenai Hadist dan bentuk-bentuknya
yang semoga dapat menjadi sumber ilmu pengetahuan bagi
pembaca.
2. RUMUSAN MASALAH
1.
Apa
pengertian hadist?
2.
Apa
pengertian sunnah, khabar, dan atsar?
3.
Apa
Saja Bentuk-bentuk Hadist?
4.
Apa
Pengertian Hadist Qudsi dan Hadist Nabawi?
5.
Apa
Persamaan Hadist Qudsi dan Hadist Nabawi?
6.
Apa
Perbedaan Hadist Qudsi dan Hadist Nabawi?
7.
Apa
Perbedaan Al-Qur’an dengan Hadist Qudsi ?
3.
TUJUAN
1.
Mengetahui apa yang dimaksud dengan hadist
2.
Mengetahui dan memahami apa yang
dimaksud dengan Sunnah, Khabar, dan Atsar
3.
Mengetahui bentuk- bentuk Hadist
4.
Mengetahui apa yang dimaksud dengan Hadist
Qudsi dan Hadist Nabawi
5.
mengetahui persamaan hadist Qudsi dengan
hadist Nabawi
6.
mengetahui Perbedaan hadist Qudsi dengan
hadist Nabawi
7.
Mengetahui
Perbedaan Al-Qur’an dengan Hadist Qudsi
BAB
II
PEMBAHASAN
1. PENGERTIAN
HADIST
Kata hadist berasal dari bahasa arab, al Hadits,
hudatsa jamaknya ahadist, hidtsan dan hudtsan. Sedangkan menurut terminologi, hadist
diberi pengertian yang berbeda–beda oleh para ulama’. Perbedaan pandangan
tersebut banyak dipengaruhi oleh terbatas dan luasnya obyek tinjauan
masing–masing, yang tentu saja mengandung kecenderungan pada aliran ilmu yang
didalaminya.
Menurut istilah ahli ushul; pengertian hadist adalah :
كل ما صدرعن النبى ص م غيرالقران الكريم من قول اوفعل اوتقريرممايصلح ان يكون
دليلا لحكم شرعى
“Hadist yaitu segala sesuatu yang dikeluarkan dari
Nabi SAW selain Al Qur’an al Karim, baik berupa perkataan, perbuatan, maupun
taqrir Nabi yang bersangkut paut dengan hukum syara”
Sedangkan menurut istilah fuqaha. Hadist adalah :
كل ماثبت عن النبى ص م ولم يكن من باب الفرض ولاالواجب
“yaitu segala sesuatu yang ditetapkan Nabi SAW yang
tidak bersangkut paut dengan masalah–masalah fardhu atau wajib”
Para ahli ushul memberi pengertian yang demikian
disebabkan mereka bergelut dalam ilmu ushul yang banyak mempelajari tentang
hukum syari’at saja. Dalam pengertian tersebut hanya yang berhubungan dengan
syara’ saja yang merupakan hadist, selain itu bukan hadist, misalnya urusan
berpakaian. Sedangkan para fuqaha mengartikan yang demikian di karenakan segala
sesuatu hukum yang berlabel wajib pasti datangnya dari Allah swt melalui kitab
Al Qur’an. Oleh sebab itu yang terdapat dalam hadist adalah sesuatu yang bukan
wajib karena tidak terdapat dalam Al Qur’an atau mungkin hanya penjelasannya
saja.Sedangkan menurut ulama’ Hadist mendefinisikannya sebagai berikut :
كل ما اثر عن النبى ص م من قول اوفعل اوتقريراوصفة خلقية او خلقية
“Segala sesuatu yang diberitakan dari Nabi SAW baik
berupa perkataan, perbuatan, taqrir, sifat–sifat maupun hal ikhwal Nabi.
Menurut jumhur muhadistin sebagaimana ditulis oleh
Fatchur Rahman adalah sebagai berikut:
مااضيف للنبى ص م قولااوفعلااوتقريرااونحوها
“segala sesuatu yang disandarkan kepada Nabi SAW
baik berupa perkataan, perbuatan, pernyataan dan yang sebagainya”
Perbedaan pengertian antara ulama’ ushul dan ulama’
hadist di atas disebabkan adanya perbedaan disiplin ilmu yang mempunyai
pembahasan dan tujuan masing–masing. Ulama’ ushul membahas pribadi dan prilaku
Nabi SAW sebagai peletak dasar hukum syara’ yang dijadikan landasan ijtihad
oleh kaum mujtahid dizaman sesudah beliau. Sedangkan ulama Hadist membahas
pribadi dan prilaku Nabi Saw sebagai tokoh panutan (pemimpin) yang telah diberi
gelar oleh Allah swt sebagai Uswah wa Qudwah (teladan dan tuntunan). Oleh sebab
itu ulama hadist mencatat semua yang terdapat dalam diri Nabi saw baik yang
berhubungan dengan hukum syara’ maupun tidak. Oleh karena itu hadist yang
dikemukakan oleh ahli ushul yang hanya mencakup aspek hukum syara’ saja, adalah
hadist sebagai sumber tasyri’. Sedangkan definisi yang dikemukan oleh ulama’ hadist
mencakup hal–hal yang lebih luas.
Jadi, Hadits adalah segala sesuatu yang disandarkan
kepada nabi Muhammad saw, baik berupa perkataan, perbuatan, taqrir, sifat-sifat, keadaan dan himmahnya
2. PENGERTIAN SUNNAH, KHABAR, DAN ATSAR
a.
Pengertian Sunnah
Di samping istilah hadist terdapat sinonim istilah
yang sering digunakan oleh para ulama’ yaitu sunnah. Pengertian istilah
tersebut hampir sama, walaupun terdapat beberapa perbedaan. Maka dari itu kami
kemukakan pengertiannya agar lebih jelas.
Sunnah dalam kitab Ushul Al hadist adalah sebagai berikut :
مااثرعن النبى ص م من قول اوفعل اوتقرير اوصفة خلقية اوسيرة سواء كان قبل البعثة اوبعدها
“Segala sesuatu yang dinukilkan dari Nabi saw, baik
berupa perkataan, perbuatan, taqrir, pengajaran, sifat, kelakuan, perkjalanan
hidup, baik sebelum Nabi diangkat jadi Rasul atau sesudahnya”
Dalam pengertian tersebut tentu ada kesamaan antara
hadist dan sunnah, yang sama–sama bersandar pada Nabi saw, tetapi terdapat
kekhususan bahwa sunnah sudah jelas segala yang bersandar pada pribadi Muhammad
baik sebelum atau sesudah diangkat menjadi Nabi, misalnya mengembala kambing,
menikah minimal umur 25 tahun dan sebagainya.
Walaupun demikian terdapat perbedaan yang sebaiknya
kita tidak berlebihan dalam menyikapinya. Sebab keduanya sama–sama bersumber
pada Nabi Muhammad saw.
Definisi Sunnah menurut para
Ulama’:
Kalangan ahli agama di dalam memberikan pengertian
sunnah berbeda-beda, sebab para Ulama’ memandang sunnah dari segi yang
berbeda-beda, pun pula dasar membicarakannya dari segi yang berlainan.
a. Ulama Hadits
Ulama Hadits memberikan pengertian Sunnah meliputi
biografi Nabi, sifat-sifat Nabi baik yang berupa fisik, umpamanya; mengenai
tubuhnya, rambutnya dan sebagainya, maupun yang mengenai physic dan akhlak Nabi
dalam keadaan sehari-harinya, baik sebelum atau sesudah bi’stah atau di angkat
sebagai nabi.
b. Ulama Ushul Fiqh
Ulama Ushul Fiqh memberikan pengertian sebagai
berikut;
“Segala yang di nuklikan dari Nabi Muhammad SAW.
Baik berupa perkataan, perbuatan maupun taqrirnya yang ada sangkut pahutnya
dengan Hukum”.
c. Ulama Fiqh
Menurut Ulama Fiqh, sunnah ialah “perbuatan yang di
lakukan dalam agama, tetapi tingkatannya tidak sampai wajib atau fardlu. Jadi
suatu pekerjaan yang utama di kerjakan”.
Atau dengan kata lain: sunnah ialah suatu amalan
yang di beri pahala apabila di kerjakan, dan tidak dituntut apabila di
tinggalkan.
b.
Pengertian Khabar
Menurut bahasa berarti an-Naba’ (berita-berita),
sedang jama’nya adalah Akhbar
Khabar adalah segala sesuatu yang disandarkan kepada nabi
dan para sahabat, jadi setiap hadits termasuk khabar tetapi tidak setiap khabar
adalah hadits.
Menurut istilah ada tiga pendapat yaitu:
1. Merupakan sinonim bagi hadits,
yakni keduanya berarti satu.
2. Berbeda dengan hadits, di mana
hadits adalah segala sesuatu yang datang dan Nabi SAW. sedang khabar adalah
suatu yang datang dari selain Nabi SAW.
3. Lebih umum dari hadits, yakni
bahwa hadits itu hanya yang datang dari Nabi saja, sedang khabar itu segala
yang datang baik dari Nabi SAW. maupun yang lainnya.
c.
Pengertian Atsar
Atsar menurut lughat atau etimologi ialah bekasan sesuatu, atau sisa sesuatu, atau berarti sisa
reruntuhan rumah dan sebagainya. dan berarti nukilan (yang dinukilkan). Sesuatu
do’a umpamanya yang dinukilkan dari Nabi dinamai: do’a ma’tsur.
Sedangkan secara terminologi ada dua pendapat
mengenai definisi atsar ini. Pertama, kata atsar sinonim dengan hadits. Kedua,
atsar adalah perkataan, tindakan, dan ketetapan Shahabat.
Menurut istilah Jumhur ahli hadits mengatakan bahwa
Atsar sama dengan khabar juga hadits, yaitu sesuatu yang disandarkan kepada
Nabi SAW., sahabat, dan tabi’in. Dari pengertian menurut istilah ini, terjadi
perbedaan pendapat di antara ulama.
Sedangkan menurut ulama Khurasan, bahwa Atsar untuk
yang mauquf (yang disandarkan kepada sahabat) dan khabar untuk yang marfu.
(yang disandarkan kepada Nabi shollallahu ‘alaihi wa sallam .
Jadi, atsar merupakan istilah bagi segala yang
disandarkan kepada para sahabat atau tabi’in, tapi terkadang juga digunakan
untuk hadits yang disandarkan kepada Nabi shollallahu ‘alaihi wa sallam,
apabila berkait misal dikatakan atsar dari Nabi shollallahu ‘alaihi wa sallam.
Contoh Atsar :
Perkataan Hasan Al-Bashri rahimahullaahu
tentang hukum shalat di belakang ahlul bid’ah:
وَقَالَ الْحَسَنُ: صَلِّ وَعَلَيْهِ بِدَعَتُهُ
“Shalatlah (di belakangnya), dan tanggungan dia bid’ah yang dia kerjakan.”
3. BENTUK-BENTUK
HADIST
Ada beberapa bentuk hadits
antara lain :
a. Hadits Qawli
Hadits qawli adalah segala sesuatu yang
disandarkan kepada Nabi Muhammad saw, baik berupa perkataan, ucapan, ataupun
sabda yang memuat berbagai maksud syara’, peristiwa, dan keadaan yang berkaitan
dengan akidah, syariah, akhlak, atau lainnya. Contohnya, hadits yang
diriwayatkan oleh ‘Ubadah ibn al-Shamith bahwasanya Rasulullah saw bersabda:
لَا صَلَاةَ لِمَنْ لَمْ يَقْرَأْ
بِفَاتِحَةِ الْكِتَابِ
Artinya: ”Tidak (sah/sempurna) shalat bagi orang
yang tidak membaca surat al-Fatihah”. (Shahih al-Bukhari, III: 204, hadits 714)
b. Hadits Fi’li
Hadits fi’li ialah hadits yang menyebutkan
perbuatan Nabi Muhammad saw yang sampai kepada kita. Misalnya hadits riwayat
al-Bukhari dari Jabir ibn ‘Abd Allah:
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُصَلِّي عَلَى رَاحِلَتِهِ حَيْثُ تَوَجَّهَتْ
فَإِذَا أَرَادَ الْفَرِيضَةَ نَزَلَ فَاسْتَقْبَلَ الْقِبْلَة
Artinya: ”Rasulullah saw pernah shalat di atas
tunggangannya, ke mana pun tunggangannya menghadap. Apabila ia mau melaksanakan
shalat fardhu, ia turun dari tunggangannya, lalu menghadap ke kiblat ”. (Shahih al-Bukhari, III: 204,
hadits 714)
c. Hadits Taqriri
Maksud hadits taqriri ialah Penetapan (Taqririyyah)
yaitu perkataan atau perbuatan tertentu yang dilakukan oleh sahabat di hadapan
Nabi Muhammad atau sepengetahuan beliau, namun beliau diam dan tidak
menyanggahnya dan tidak pula menampakkan persetujuannya atau malahan
menyokongnya. Hal semacam ini dianggap sebagai penetapan dari Nabi Muhammad
walaupun beliau dalam hal ini hanya bersifat pasif atau diam. Sebagai contoh,
pengakuan Nabi Muhammad terhadap ijtihad para sahabat berkenaan dengan shalat
Ashar di perkampungan Bani Quraizhah, sebagaimana diriwayatkan dari ‘Abd Allah
Ibn Umar:
لَا يُصَلِّيَنَّ أَحَدٌ الْعَصْرَ
إِلَّا فِي بَنِي قُرَيْظَةَ فَأَدْرَكَ بَعْضَهُمْ الْعَصْرُ فِي الطَّرِيقِ
فَقَالَ بَعْضُهُمْ لَا نُصَلِّي حَتَّى نَأْتِيَهَا وَقَالَ بَعْضُهُمْ بَلْ
نُصَلِّي لَمْ يُرَدْ مِنَّا ذَلِكَ فَذُكِرَ لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ فَلَمْ يُعَنِّفْ وَاحِدًا مِنْهُمْ
Artinya: “Janganlah salah seorang (di antara kamu)
mengerjakan shalat Ashar, kecuali (setelah sampai) di perkampungan Bani
Quraizhah. Lalu sebagian mereka mendapati (waktu) ‘Ashar di perjalanan.
Sebagian mereka mengatakan, kita tidak boleh shalat sehingga sampai di
perkampungan, dan sebagian lainnya mengatakan, tetapi kami shalat (dalam
perjalanan), tidak ada di antara kami yang membantah hal itu. Hal itu lalu
dilaporkan kepada Nabi saw, ternyata beliau tidak menyalahkan seorang pun dari
mereka”. (Shahih al-Bukhari, III: 499, hadits 894)
d. Hadits Hammi
Hadits hammi adalah hadits yang menyebutkan
keinginan Nabi saw yang belum sempat beliau realisasikan, seperti halnya
keinganan untuk berpuasa pada tanggal 9 Asyura sebagai diriwayatkan dari ‘Abd
Allah ibn ‘Abbas:
حِينَ صَامَ رَسُولُ اللَّهِ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَوْمَ عَاشُورَاءَ وَأَمَرَ بِصِيَامِهِ
قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّهُ يَوْمٌ تُعَظِّمُهُ الْيَهُودُ وَالنَّصَارَى
فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَإِذَا كَانَ
الْعَامُ الْمُقْبِلُ إِنْ شَاءَ اللَّهُ صُمْنَا الْيَوْمَ التَّاسِعَ قَالَ
فَلَمْ يَأْتِ الْعَامُ الْمُقْبِلُ حَتَّى تُوُفِّيَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
Artinya: “Sewaktu Rasulullah saw berpuasa pada har
‘Asyura dan memerintahkan para sahabat untuk berpuasa, mereka berkata: “Ya
Rasulullah, sesungguhnya ia adalah hari yang diagungkan oleh orang Yahudi dan
Nasrani”. Rasulullah saw menjawab, ”Tahun yang akan datang, insya Allah kita
akan berpuasa pada hari kesembilan(nya)”. ‘Abd Allah ibn ‘Abbas mengatakan,
“Belum tiba tahun mendatang itu, Rasulullah saw pun wafat”. (Shahih Muslim, V: 479, hadits
1916)
e. Hadits Ahwali
Hadits ahwali adalah hadits yang menyebutkan
hal ihwal Nabi saw yang menyangkut keadaan fisik, sifat-sifat, dan
kepribadiannya. Contohnya, pernyataan al-Barra` ibn ‘Azib berikut ini:
كَانَ رَسُولُ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَحْسَنَ النَّاسِ وَجْهًا
وَأَحْسَنَهُ خَلْقًا لَيْسَ بِالطَّوِيلِ الْبَائِنِ وَلَا بِالْقَصِي
Artinya: “Rasulullah saw adalah manusia memiliki
sebaik-baik rupa dan tubuh. Kondisi fisiknya, tidak tinggi dan tidak pendek ”. (Shahih al-Bukhari, XI: 384,
hadits 3285)
4. HADIST QUDSI DAN HADIST NABAWI
a. Hadist Qudsi
Hadits
qudsi Secara etimologi
merupakan nisbah kepada kata Quds , nisbah ini
mengesankan rasa hormat, karena materi kata
itu menunjukkan kebersihan dan kesucian dalam arti bahasa . Maka kata
taqdis berarti menyucikan Allah. Sedangkan secara
terminologis, pengertian hadist qudsi ialah hadist yang oleh Nabi
SAW, disandarkan kepada Allah. Maksudnya Nabi meriwayatkan bahwa itu adalah
kalam Allah. Maka Rasul menjadi perawi kalam Allah ini dari lafal Nabi sendiri.
Contoh Hadist Qudsi :
1. Diriwayatkan dari Abi Hurairah
r.a, dia berkata; telah bersabda Rasulullah saw “Ketika Allah menetapkan
penciptaan makhluk, Dia menuliskan dalam kitab-Nya ketetapan untuk diri-Nya
sendiri: Sesungguhnya rahmat-Ku (kasih sayangku) mengalahkan murka-Ku” (diriwayatkan
oleh Muslim begitu juga oleh al-Bukhari, an-Nasa-i dan Ibnu Majah)
2. Dari Abu Hurairah r.a., dari Nabi
saw, beliu bersabda, “Allah Ta’ala berfirman: Ada tiga jenis orang yang Aku menjadi
musuh mereka pada hari qiyamat, seseorang yang bersumpah atas namaku lalu
mengingkarinya, seseorang yang menjual orang yang telah merdeka lalu memakan
(uang dari) harganya dan seseorang yang memperkerjakan pekerja kemudian pekerja
itu menyelesaikan pekerjaannya namun tidak dibayar upahnya” (Hadits
diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan begitu juga Imam Ibnu Majah dan Imam Ahmad.)
b. Hadist Nabawi
Hadist Nabawi Secara etimologi ialah hadist
(baru) dalam arti bahasa lawan Qadim (lama). Sedangkan secara terminologis ,
Pengertian hadist ini ialah apa saja yang disandarkan kepada Nabi SAW. Baik
berupa perkataan, perbuatan, persetujuan atau sifat.
Contoh Hadist Nabawi :
1. Hadist Riwayat Ali ra, ia berkata : Rasulullah
SAW. Bersabda : Janganlah engkau berdusta mengatasnamakan aku, karena
sesungguhnya orang yang berdusta atas namaku, maka ia akan masuk neraka.
2. Hadist Riwayat Ibnu Umar ra. Ia
berkata : Nabi SAW. Bersabda : Islam dibangun di atas lima perkara, mengesankan
Allah mendirikan shalat, membayar zakat, puasa Ramadhan dan menunaikan Haji.
5. PERSAMAAN
HADITS QUDSI DENGAN HADITS NABAWI
Hadits
qudsi dengan hadits nabawi pada dasarnya mempunyai persamaan,yaitu sama-sama
bersumber dari Allah SWT.Hal ini dijelaskan oleh Allah SWT dalam firman-Nya,
وما ينطق عن الهوي.ان هو الا وحي يوحي
Dan tiadalah yang diucapkannya itu (Al-Qur’an) menurut kemauan hawa
nafsunya.Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya). (Q.S.An-Najm [53]:3-4)
Terdapat perbedaan antara hadist Nabawi
dengan Hadist Qudsi antara
lain:
a.
Hadits
Nabawi dinisbahkan dan disampaikan oleh Nabi Muhammad. Adapun
hadits
qudsi dinisbahkan kepada Allah. Nabi Muhammad hanya berstatus sebagai
penyambung lidah dari-Nya.
b.
Bentuk
hadits Nabawi ada dua macam :
a)
Tauqifi, yaitu
hadist yang kandungannya diterima oleh Nabi Muhammad melalui wahyu,
kemudian beliau sampaikan kepada umatnya.
b)
Taufiqi, yaitu
hadist yang tercipta murni dari pemahaman Nabi Muhammad terhadap al-Quran,
atau dari perenungan dan ijtihad beliau. Adapun keseluruhan kandungan
hadits
qudsi bersumber dari Allah.
7. PERBEDAAN ANTARA AL-QURAN
DENGAN HADIST
QUDSI
Ada beberapa perbedaan antara Al-Qur’an dengan Hadist Qudsi, antara
lain :
a.
Al-Quran
mampu mengungguli sastra Arab yang waktu itu merupakan sastra yang terbaik,
sehingga orang Arab tidak mampu membuat karya sastra yang seindah dan sebaik
al-Quran, walaupun hanya satu surat. Tidak demikan halnya dengan
hadits
qudsi.
b.
Lafadz
dan arti al-Quran berasal dari Allah. Sedangkan
hadits
qudsi, artinya berasal dari Allah, akan tetapi lafadznya dari Nabi
Muhammad.
c.
Tidak
boleh meriwayatkan al-Quran secara makna. Adapun
hadits
qudsi, boleh meriwayatkannya secara makna.
d.
Al-Quran
tidak boleh dipegang oleh orang yang mempunyai hadats. Al-Quran juga tidak
boleh dibaca oleh orang yang mempunyai hadats besar. Dua larangan ini tidak
berlaku di dalam
hadits
qudsi.
e.
Al-Quran
harus dibaca di dalam shalat. Sedangkan
hadits
qudsi, apabila dibaca di dalam shalat maka dapat menyebabkan shalat menjadi
batal.
f.
Al-Quran
ditransformasikan secara tawattur. Oleh karena itu, ia berstatus qath’i
al-tsubut. Adapun mayoritas
hadits
qudsi ditransformasikan secara ahad (individual), sehingga ia berstatus
dhanni al-Tsubut.
g.
Orang
yang mengingkari al-Quran terkategorikan sebagai orang kafir, karena al-Quran
bersifat qath’i al-Tsubut. Sedangkan orang yang mengingkari
hadits
qudsi tidak dianggap orang kafir, karena
hadits
qudsi bersifat dhanni al-Tsubut.
h.
Membaca
al-Quran termasuk ibadah. Satu huruf al-Quran sebanding dengan 10 kebaikan. Hal
ini tidak berlaku pada
hadits
qudsi.
i.
Di
dalam al-Quran terdapat penamaan ayat dan surat untuk kalimat-kalimatnya. Tidak
demikian dengan
hadits
qudsi.
BAB
III
PENUTUP
1.
KESIMPULAN
Hadits adalah
segala sesuatu yang disandarkan kepada nabi Muhammad saw, baik berupa
perkataan, perbuatan, taqrir,
sifat-sifat, keadaan dan himmahnya. Di samping istilah
hadist terdapat sinonim istilah yang sering digunakan oleh para ulama’ yaitu
sunnah, khabar, dan Atsar.
Pengertian istilah Sunnah hampir sama dengan Hadist Sebab keduanya sama-sama bersumber
pada Nabi Muhammad saw, walaupun terdapat beberapa perbedaan. Menurut kitab Ushul Al Hadist Sunnah adalah segala sesuatu yang dinukilkan
dari Nabi saw, baik berupa perkataan, perbuatan, taqrir, pengajaran, sifat,
kelakuan, perjalanan hidup, baik sebelum Nabi diangkat jadi Rasul atau
sesudahnya. Khabar adalah segala sesuatu yang
disandarkan kepada nabi dan para sahabat, jadi setiap hadits termasuk khabar
tetapi tidak setiap khabar adalah hadits. Atsar merupakan istilah bagi segala yang
disandarkan kepada para sahabat atau tabi’in, tapi terkadang juga digunakan
untuk hadits yang disandarkan kepada Nabi shollallahu ‘alaihi wa sallam,
apabila berkait misal dikatakan atsar dari Nabi shollallahu ‘alaihi wa sallam.
Hadist
memiliki beberapa bentuk yaitu, Qawli, Fi’li, Taqriry, Hadist Hammi, dan
Ahwali.
Hadist
Qudsi adalah hadist yang oleh Nabi Muhammad SAW. Disandarkan kepada Allah SWT.
Sedangkan Hadist Nabawi adalah Hadist yang disandarkan kepada Nabi Muhammad SAW
baik berupa Baik berupa perkataan, perbuatan, persetujuan atau sifat.
2.
SARAN
Sebagai Umat Islam seharusnya
kita mengetahui dan memahami pentingnya Hadist sebagai Pedoman hidup yang utama
setelah Al-Qur’an, dan kita sebagai Mahasiswa Perbankan Syari’ah harus memahami
hadist terutama yang berkaitan dengan muamalah atau bidang ekonomi.
DAFTAR PUSTAKA
http://syariah99.blogspot.com/2013/05/pengertian-struktur-dan-bentuk-bentuk.html
rofistera.files.wordpress.com/2013/03/ilmu-hadits-untuk-pemula-gratis.doc
yudistirafrance.files.wordpress.com/2010/12/pengertian-hadits.doc
bpibeasiswadepag.yolasite.com/resources/Ulumul%20Hadits(edit).doc
Modul “Ulumul
Qur’an” Ringkasan Mahabits Fi Ulumil Qur’an Karya Syeikh Manna’ul Qathan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar